Oleh: Suara Tak Bernama
I
Aku bukan penulis sajak.
Aku tukang parkir yang bisa membaca,
yang kadang malam-malam mencuri waktu warung kopi untuk membuka HP,
menyusun harapan di layar kecil,
seperti orang kota menyusun CV.
II
Hari ini anakku minta beli buku gambar.
Ibunya minta uang gas,
dan aku masih terdiam menatap saldo e-wallet yang…
lebih sepi dari janji pejabat waktu kampanye.
III
Pukul 01.13 dini hari,
grup WhatsApp itu aktif lagi.
Ada yang kirim link.
Ada yang bilang,
“Gue menang 300 ribu tadi, bro. Lu udah daftar LGO4D belum?”
Aku baca.
Aku diam.
Aku tahu angka bukan jawaban — tapi kadang mereka jadi satu-satunya pintu.
IV
Mereka bilang aku bodoh,
padahal aku cuma tak punya jalan.
Mereka bilang itu dosa,
padahal mereka juga main saham tanpa tahu apa itu dividen.
Mereka bilang aku harus kerja lebih keras,
padahal aku sudah tidak tahu bagaimana lagi caranya.
V
Akhirnya aku klik.
Aku daftar LGO4D.
Dengan nama samaran,
dengan tangan gemetar,
dengan sisa sinyal dari WiFi tetangga.
VI
Bukan karena aku yakin menang,
tapi karena aku ingin merasa hidup.
Karena aku ingin merasa memegang kendali — walau hanya dengan memilih angka.
Karena aku ingin,
sekali saja,
dunia berpihak padaku… bukan pada mereka yang lahir lebih dulu di deretan atas.
VII
Jika malam ini aku kalah,
tak apa.
Setidaknya aku pernah mencoba tanpa mengemis.
Setidaknya aku pernah percaya.
VIII
Dan jika kalian,
para cendekia,
para politisi,
para influencer yang selalu bilang “kerja keras lebih penting dari hoki”…
Jika kalian membaca ini,
maka ketahuilah:
Aku bukan korban,
aku manusia.
Yang juga ingin menang.
Yang juga ingin bahagia.
Yang juga ingin hidup layak — walau hanya lewat daftar LGO4D.
Catatan Penulis:
Puisi ini adalah karya fiktif. Ditulis untuk menggambarkan suara-suara yang jarang terdengar dari lorong digital Indonesia.
Bukan ajakan, bukan promosi — tapi cermin: bahwa di balik statistik pengguna internet, ada wajah, ada nama, ada harapan.